Ahmadiyah, conflicts, and violence in contemporary Indonesia
Abstract
This article examines conflicts and violence experienced by Ahmadiyah commu-nity in Indonesia after reformasi era. In spite of diversities among Muslims in
Indonesia, Ahmadiyah (Jemaat Ahmadiyah Indonesia) has been experiencing some
forms of violence both from other Muslims and government. The number of
violence has risen dramatically after the issuing second fatwa from Majelis Ulama
Indonesia in 2005 and the Joint Ministerial Decree (SKB) on Ahmadiyah. Those
forms of violence are issuing decree on banning Ahmadiyah, sealing the mosques
and banning of doing religious activities, and mobbing the mosques and houses,
including killing. Furthermore, this paper argues that Indonesia’s goverment does
not take its responsibility to protect its people particularly from minorities groups,
even some local governments also do violence towards Ahmadiyah community.
Artikel ini membahas konflik dan kekerasan yang dialami oleh komunitas
Ahmadiyah di Indonesia setelah masa reformasi. Walaupun Muslim di Indonesia
sangat beragam, Jemaat Ahmadiyah Indonesia mengalami beberapa bentuk
kekerasn baik dari Muslim yang lain maupun dari pemerintah. Jumlah kekerasna
yang menimpa mereka meningkat tajam setelah dikeluarkannya fatwa sesat kedua
dari MUI pada tahun 2005 dan Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri mengenai Ahmadiyah. Berbagai bentuk kekerasan yang menimpa mereka yaitu
pengeluaran peraturan pelarangan keberadaan Jemaat Ahmadiyah di berbagai
provinsi, penyegelan masjid dan pelarangan melakukan aktifitas keagamaan,
penyerangan masjid- masjid dan rumah-rumah warga Ahmadiyah, bahkan
pembunuhan. Selain itu, pemerintah pusat sepertinya tidak melaksanakan
kewajibannya untuk melindungi warganya, terutama dari kalangan minoritas
bahkan beberapa pemerintah lokal justru melakukan kekerasan terhadap warga
Ahmadiyah di daerahnya.
Indonesia, Ahmadiyah (Jemaat Ahmadiyah Indonesia) has been experiencing some
forms of violence both from other Muslims and government. The number of
violence has risen dramatically after the issuing second fatwa from Majelis Ulama
Indonesia in 2005 and the Joint Ministerial Decree (SKB) on Ahmadiyah. Those
forms of violence are issuing decree on banning Ahmadiyah, sealing the mosques
and banning of doing religious activities, and mobbing the mosques and houses,
including killing. Furthermore, this paper argues that Indonesia’s goverment does
not take its responsibility to protect its people particularly from minorities groups,
even some local governments also do violence towards Ahmadiyah community.
Artikel ini membahas konflik dan kekerasan yang dialami oleh komunitas
Ahmadiyah di Indonesia setelah masa reformasi. Walaupun Muslim di Indonesia
sangat beragam, Jemaat Ahmadiyah Indonesia mengalami beberapa bentuk
kekerasn baik dari Muslim yang lain maupun dari pemerintah. Jumlah kekerasna
yang menimpa mereka meningkat tajam setelah dikeluarkannya fatwa sesat kedua
dari MUI pada tahun 2005 dan Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri mengenai Ahmadiyah. Berbagai bentuk kekerasan yang menimpa mereka yaitu
pengeluaran peraturan pelarangan keberadaan Jemaat Ahmadiyah di berbagai
provinsi, penyegelan masjid dan pelarangan melakukan aktifitas keagamaan,
penyerangan masjid- masjid dan rumah-rumah warga Ahmadiyah, bahkan
pembunuhan. Selain itu, pemerintah pusat sepertinya tidak melaksanakan
kewajibannya untuk melindungi warganya, terutama dari kalangan minoritas
bahkan beberapa pemerintah lokal justru melakukan kekerasan terhadap warga
Ahmadiyah di daerahnya.
Keywords
Ahmadiyah; Conflict; Violence; Persecution; Government
Full Text:
PDFDOI: https://doi.org/10.18326/ijims.v3i1.1-30
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2014 Nina Mariani
License URL: https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/
Indonesian Journal of Islam and Muslim Societies indexed by:
INDONESIAN JOURNAL OF ISLAM AND MUSLIM SOCIETIES by http://ijims.iainsalatiga.ac.id/ is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License