Democracy in Islam: comparative study of Muhammad Abid al-Jabiri and Abdolkarim Soroush’s thoughts

Happy Susanto

Abstract


Using analytic and interpretative approaches, this research compares al-Jabiri
and Soroush’s thoughts about democracy in Islam. To assess Islam’s compatibility
with democracy, this thesis will analyze the issues of authority, sharia, and
freedom according to the two scholars. Al-Jabiri and Soroush agree that the
concept of authority in Islam cannot be interpreted simply as God’s sovereignty,
but it also concerns human rights and sovereignty. A leader put justice as his/her
central concern in practicing policies for citizens. To pursue this hope, they also
propose that sharia should be reinterpreted in order to be harmonizing in accordance
changing circumstances and time. Al-Jabiri has different understanding
with Soroush about the relationship between religion and state. Al-Jabiri sees
that Muslims are free to choose democracy as their political life. He doesn’t
agree the integration of religion and state. In this case, he doesn’t agree the
implementation of sharia in the state. Meanwhile Soroush sees that religion has
an important role in the state, so that he agrees the implementation of sharia
because according to him it supports the political process of the state.

Muhammad Abid al-Jabiri dan Abdolkarim Soroush merupakan intelektual Muslim
yang memandang bahwa Islam kompatibel dengan demokrasi, dan keduanya
termasuk dalam kelompok moderat. Untuk menguji apakah Islam kompatibel
dengan demokrasi, artikel ini menganalisis isu-isu otoritas, syariah, dan kebebasan
menurut pandangan kedua tokoh tersebut. Kedua intelektual itu memiliki
pandangan filosofis yang sejalan tentang ide demokrasi dalam Islam. Misalnya,
konsep otoritas dalam Islam tidak saja dipahami sebagai bentuk kedaulatan Tuhan,
namun yang lebih penting bahwa konsep ini juga memerhatikan aspek hak dan
kedaulatan manusia. Syariah perlu direinterpretasi agar sesuai dengan konteks
perubahan zaman dan dapat mengarah pada pencapaian tujuannya. Perbedaan
keduanya terletak pada relasi agama-negara. Dalam hal ini, al-Jabiri memiliki
pandangan yang “liberal” bahwa konsep sebuah negara tidak perlu berdasarkan
identitas agama. Umat Islam diberikan kebebasan penuh untuk menjalankan
kehidupan politiknya, tanpa terbebani oleh rujukan teks-teks Islam yang masih
diperdebatkan. Dengan demikian, ia memandang bahwa penerapan syariah dalam
sebuah negara tidak perlu karena sesungguhnya syariah belum penah diterapkan
secara sempurna. Sedangkan Soroush berpandangan sebaliknya bahwa identitas
agama perlu ditambatkan ke dalam ide sebuah negara (demokrasi).


Keywords


Islam; Democracy; Authority; Freedom; Sharia

Full Text:

PDF


DOI: https://doi.org/10.18326/ijims.v1i2.253-272

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Copyright (c) 2014 Happy Susanto

License URL: https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/


Indonesian Journal of Islam and Muslim Societies indexed by: