Sufi Islam and the nation state: Darul Arkam movement in the post Suharto era of Indonesia

Ahmad Ubaedillah

Abstract


Modernity as a global phenomenon has been the most driving matter, said
those scholars of modernity, that potentially threat the existent of tradition
and religion. Both would vanish once the project of secularism accomplishes.
However, since the global modernity, whether represented by secular state,
nation state, and democracy, failed to fulfil its promises, tradition and religions
in general have reemerged to be likely a new device employed by their
adherents to express their grievances and discontents. In such regard, recent
Islamic movements promoting the slogan of “back to the authentic Islam”
can be a better example to examine the relationship between modernity and
religion. Accordingly, the paper, based on my field research, would discuss
the role of religion in modern era as represented by Darul Arkam, an Islamic
spiritual maternity or Tarekat (Thar6iqa, Arabic) in Indonesia after the collapse
of Suharto’s military regime in 1998. Originally, the movement of Darul
Arkam came into being in Malaysia as a spiritually-social-urban Muslim organization.
How did its leaders understand Islam in regard to changing social
and political situation and how did they combine economic and religious
activities will be the main topics of the paper, together with their views on
contemporary issues related to Islam and politics after Soeharto era.

Modernitas sebagai sebuah fenomena global merupakan faktor paling
berpengaruh, demikian para teoritis moderisme menyatakan, terhadap
keberadaan tradisi dan agama. Kedua unsur ini akan lenyap seiring dengan
dengan keberhasilan yang dicapai oleh proyek sekularisme yang berlangsung
secara global. Namun demikian, sejak gerakan modernisme, yang diwakili antara
lain oleh konsep negara sekuler, negara bangsa, dan demokrasi, dianggap telah
gagal memenuhi janji-janjinya, tradisi dan agama secara umum kembali menjadi
media untuk mengungkapkan kekecewaan mereka terhadap kegagalan dan
akibat-akibat yang ditimbulkan oleh modernism. Pada situasi ketidak puasaan
ini, gereakan-gerakan Islam dewasa ini yang mempropagandakan gagasan
“kembali kepada Islam yang otentik” dapat menjadi sebuah contoh yang tepat
untuk menganalisa hubungan kekinian anatara modernitas dan agama.
Berdasarkan riset lapangan, tulisan ini akan memaparkan peran koumintas
agama, yang diwakili oleh organisasi Darul Arkam, sebuah perkumpulan yang
diikat oleh rasa persaudaran Muslim atau biasa dikenal dengan tarekat, di Indonesia
paska jatuhnya kekuasaan Presidean Soeharto pada 1998. Darul Arkam
sendiri merupakan organisasi komunitas Muslim urban yang muncul pertama
kali di Malaysia. Bagaimana pemimpin Darul Arkam memahami ajaran Islam
dalam situasi sosial-politik yang tengah berubah di Indonesia dan bagaimana
mereka menggabungkan antara aktifitas keagamaan dan ekonomi akan menjadi
pembahasan pokok tulisan ini, selain respon mereka terhadap isu-isu yang
berkembang di era reformasi.

 


Keywords


Islam; Sufism; Shaikh; Politics; Modernity

Full Text:

PDF


DOI: https://doi.org/10.18326/ijims.v5i1.79-110

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Copyright (c) 2015 Ahmad Ubaedillah

License URL: https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/


Indonesian Journal of Islam and Muslim Societies indexed by: